Poster Film Marriage Story |
Siapapun yang menikah pasti tidak akan pernah menginginkan sebuah perceraian. Tetapi pada kenyataanya dalam perjalan waktu terkadang kejadian tersebut harus diterima. Ada sebuah jalan buntu dari penyelesaian konflik. Secara definisi sulit diuraikan. Unjung pangkal motif konflik siapa pihak benar atau salah jauh lebih rumit dibanding mengurai benang kusut. Karena dalam sebuah hubungan yang bermain adalah perasaan, emosi, kenangan, masa lalu, impian serta berbagai hal lain. Hanya diantara mereka berdualah pihak paling mengerti. Seperti saat alasan memutuskan menikah. Pihak luar hanya berpartisipasi dalam keriuhan suka cita di acara pesta.
Film Marriage Story seperti bisa ditebak pada judulnya menceritakan bagaimana sebuah hubungan cinta lebih tepatnya pernihakan berakhir. Alur ceritanya sangat menarik dan manusiawi. Penonton diarahkan untuk ikut bersama-sama menikmati tahap demi tahap proses cerita secara santai. Perjalan dan perpindahan tiap alut terasa natural. Tidak ada istilah hitam putih, antagonis maupun protagonis. Masing-masing tokoh bisa menjadi pihak salah dan benar.
Ada sebuah dialog menurut saya menarik dicermati bersama. Ketika scene Charlie atau Adam Driver konsultasi dengan pengacara pertamanya. ”Pengacara kriminal melihat hal terbaik dari penjahat, pengacara perceraian sebaliknya," kata Jay Marrota dengan nada meyakinkan. Apabila pernyataan ini diubah menjadi ”orang luar akan selalu mencoba mengungkit dan terus mencari celah keburukan dari pasangan yang bercerai” entah kenapa terasa relevan.
Tabiat perilaku buruk demikian memang sungguh benar terjadi. Sulit rasanya kita berada pada posisi netral. Seperti kisah perceraian paman saya di kampung. Kami sebagai pihak keluarga paman merasa cukup beralasan menyalahkan bibi sebagai biang keretakan bahtera rumah tangga mereka. Sebaliknya kami juga mendengar banyak tentang tuduhan tidak adil tentang sikap paman atas alasan bibi bercerai dari cerita keluarganya. Semua seolah memiliki pijakan kebenaran masing-masing. Kasus paling terbaru kita juga dibuat perlu merasa ikut campur atas berita perceraian Ustadz Abdus Somad (UAS). Menerka-nerka bagaimana perceraian mereka sampai terjadi. Maklum spotlight UAS tahun ini berada dalam titik terbaik. Ceramahnya beberapa kali menimbulkan kotroversi dan terus menjadi sorotan media. Sehingga masyarakat merasa memiliki kedekatan semu dengannya.
Mari kita bandingkan dengan ending film produksi Disney yang memberi template ”mereka berdua akhirnya menikah dan bahagia selamanya”. Jauh dari kenyataan. Pernikahan bukanlah akhir, ia awal dari semua cerita dimulai. Dominasi dan Hegemoni akan menjadi ladang rebutan masing-masing pasangan. Jika ritme terjadi terlalu sumbang bisa dipastikan berakhir perceraian. Seperti apa yang terjadi pada kisah Marriage Story.
Memberi tanggapan jujur serta mengutarakan pendapat agar segala sesuatunya diputuskan melalu diskusi ialah hal terbaik harus dilakukan.
Bagi saya pribadi persoalan ini mengantarkan pada ingatan kecil diskusi dengan Dian Tri Utari beberapa tahun lalu. Waktu itu di dekat api unggun kecil Dian mengatakan bahwa sebelum menikah sebaiknya pasangan membuat perjanjian pra nikah. Tujuanya untuk mempermudah dan menghindari konflik lebih rumit jikalau terjadi perceraian. Tentu saja seperti biasa, saya mencoba tidak setuju dan membantah keras pendapat tersebut. Argumentasi saya gunakan adalah ”ketika pasangan sudah berkomitmen menikah, berarti harus berani bertanggungjawab terhadap sumpahnya untuk saling setia. Perceraian hanya terjadi ketika datang kematian. Alasan kita menikah untuk menumbuhkan kehidupan ditengah kondisi segersang apapun,” sungguh idealisme yang suci.
Kini pendapat Dian menemui kebenarannya dan terbukti waktu itu ia telah berfikir jauh. Berkomitmen pada manusia sama hal nya dengan bertaruh waktu. Kita adalah makhluk pelupa. Didepan tidak akan pernah tahu ”apakah seseorang akan selingkuh, melakukan tindakan kriminal, sampai kepribadian yang berubah.” Ketika menikah, kita menikahi sosok seperti waktu itu dan segalanya 100 persen ada peluang bisa berubah. Tetapi ketika musibah perceraian menimpa ada satu hal perlu ditiru oleh semua pasangan dari film Marriage Story. Sebenci dan sedendam apapun perasaan masing-masing pasangan, haruslah menjadikan anak sebagai pemenang dari konflik mereka.
Surabaya, 8 Desember 2019
Iskak